Selamat Datang..

Selamat Datang..

Kamis, 09 Juni 2011

Hadits mutawatir dan hadits Ahad


A. Hadits mutawatir
1. Pengertian Hadits Mutawatir
Kata mutawatir Menurut lughat ialah mutatabi yang berarti beriring-iringan atau berturut-turut antara satu dengan yang lain. Sedangkan menurut istilah ialah: “Suatu hasil hadits tanggapan pancaindera, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi,  yang menurut kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat untuk dusta. Artinya:Hadits mutawatir ialah suatu (hadits)yang diriwayatkan  sejumlah rawi yang menurut adat, mustahil untuk mereka bersepakat berbuat dusta, hal tersebut seimbang dari permulaan sanad hingga akhirnya, tidak terdapat kejanggalan jumlah pada setiap tingkatannya. Ada juga berita yang diriwayatkan dengan tidak bersandar pada pancaindera,seperti meriwayatkan tentang sifat-sifat manusia, baik yang terpuji maupun yang tercela, juga segala berita yang diriwayatkan oleh orang banyak, tetapi mereka berkumpul untuk bersepakat mengadakan berita-berita secara dusta, itu tidak termasuk ke dalam kategori hadits mutawatir. Hadits yang dapat dijadikan pegangan dasar hukum suatu perbuatan haruslah diyakini kebenarannya. Karena kita tidak mendengar hadits itu langsung dari Nabi Muhammad SAW, maka jalan penyampaian hadits itu atau orang-orang yang menyampaikan hadits itu harus dapat memberikan keyakinan tentang kebenaran hadits tersebut. Dalam sejarah para perawi diketahui bagaimana cara perawi menerima dan menyampaikan hadits. Ada yang melihat atau mendengar, ada pula yang dengan tidak melalui perantaraan pancaindera, misalnya dengan lafaz diberitakan dan sebagainya. Disamping itu, dapat diketahui pula banyak atau sedikitnya orang yang meriwayatkan hadits itu.  Apabila jumlah yang meriwayatkandemikian banyak yang secara mudah dapat diketahui bahwa sekian banyak perawi itu tidak mungkin bersepakat untuk berdusta, maka penyampaian itu adalah secara mutawatir.

2. Syarat-syarat hadits mutawatir
Menurut ulama mutaakhirin, ahli ushul, suatu hadits dapat di tetapkan sebagai hadits mutawatir, bila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a)      Diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi
Bilangan para perawi mencapai suatu jumlah yang menurut adat mustahil mereka untuk berdusta.  Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat tentang batasan jumlah untuk tidak  memungkinkan bersepakat dusta.
·         . Abu Thayib menentukan sekurang-kurangnya 4 orang yang merawikan. Hal tersebut diqiyaskan dengan jumlah saksi yang diperlukan oleh hakim.
·         AshabusSyafi’i menentukan minimal 5 orang yang merawikan. Hal tersebut diqiyaskan dengan jumlah para Nabi yang mendapatkan gelar Ulul Azmi.
b). Adanya keseimbangan antar perawi pada Thabaqat (tingkatan) pertama dengan thabaqat berikutnya.
Jumlah perawi hadits mutawatir, antara thabaqat pertama dengan thabaqat lainnya harus seimbang. Dengan demikian, bila suatu hadits di riwayatkan oleh dua puluh orang sahabat, kemudian di terima oleh sepulu Tabi’in, dan selanjutnya hanya di terima oleh lima Tabi’in, tidak dapat di golongkan sebagai hadits mutawatir, sebab jumlah perawinya tidak seimbang antara thabaqat pertama dengan thabaqat-thabaqat seterusnya.
Akan tetapi ada juga yang berpendapat, bahwa keseimbangan jumlah perawi pada tiap thabaqat tidaklah terlalu penting. Sebab yang diinginkan dengan banyaknya perawi adalah terhindarnya kemungkinan berbohong.



c). Berdasarkan tanggapan panca indera
            Hadits (khabar) yang diberitakan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan tanggapan (daya tangkap) pancaindera. Artinya bahwa berita yang disampaikan itu benar-benar merupakan hasil pemikiran semata atau rangkuman dari peristiwa-peristiwa yang lain dan yang semacamnya, dalam arti tidak merupakan hasil tanggapan pancaindera (tidak di dengar atau dilihat) sendiri oleh pemberitanya, maka tidak dapat disebut hadits mutawatir walaupun rawi yang memberikan itu mencapai jumlah yang banyak.

3. pembagian Hadits Mutawatir
            Menurut sebagian ulama, hadits mutawatir itu terbagi menjadi dua, namun ada juga yang membaginya menjadi tiga yaitu di tambah dengan Hadits Mutawatir Amali[1].
·         Mutawatir lafzi
Mutawatir lafzi artinya hadits yang mutawatir periwayatannya dalam satu lafdzi[2].
·         Mutawatir maknawi
Mutawatir maknawi artinya hadits yang dinukkilkan oleh sejumlah orang yang musttahil mereka sepakat berdusta atau karena kebetulan. Mereka menukkilkan dalam berbagai bentuk, tetapi dalam suatu masalah atau mempunyai titik persamaan.
·         Mutawatir Amali
Mutawatir Amali Artinya sesuatu yang di ketahui dengan mudah, bahwa dia termasuk urusan agama dan telah  mutawatir antara umat islam, bahwa Nabi Muhammad SAW mengerjakannya, menyuruhnya, atau selain dari itu dan pengertian ini sesuiai dengan ta’rif ijma’.
4. Nilai hadits mutawatir
            hadits mutawatir mempunyai nilai ‘ilmu dharuri (yufid ila ‘ilmi al-dharuri) yakni keharusan untuk menerima dan mengamalkan sesuai dengan yang diberikan oleh hadits mutawatir tersebut sehingga membawa kepada keyakinan yang qath’i (pasti).

B. Hadits Ahad
1. pengertian hadits ahad
            Menurut bahasa kata Al Ahad jamak dari Ahad, yang berarti al wahid atau satu. Dengan demikian khjabar al wahid adalah suatu berita yang di sampaikan oleh satu orang. Sedangkan menurut Istilah ahli hadits (Abdul Wahab Khalaf), hadits ahad antara lain adalah Suatu hadits (khabar) yang jumlah pemberitaannya tidak mencapai jumlah pemberitahuan hadits mutawatir; baik pemberita itu seorang, dua orang, tiga orang, empat orang, lima orang dan seterusnya, tetapi jumlah tersebut tidak memberi pengertian bahwa hadits tersebut masuk ke dalam hadits mutawatir.
2. Pembagian hadits ahad
            ulama ahli secara garis besarnya membagi hadits ahad menjadi dua bagian, yaitu:
a). Hadits masyhur
 Masyhur menurut bahasa ialah al-intisyar wa al-dzuyu’ artinya sesuatu yang sudah tersebar dan populer, sedangkan menurut istilah adalah hadits yang diriwayatkan oleh sahabat, tetapi bilangannya tidak sampai ukuran bilangan mutawatir, kemudian baru mutawatir setelah sahabat, dan demikian pula setelah mereka.
Dinamakan hadits masyhur karena telah tersebar luas di kalangan masyarakat. Ulama Hanafiah mengatakan bahwa hadits masyhur menghasilkan ketenangan hati dekat kepada keyakinan dan wajib diamalkan, akan tetapi bagi yang menolaknya tidak dikatakan kafir.
Hadits masyhur ini ada yang berstatus shahih hasan dan dha’if, yang dimaksud dengan hadits masyhur shahih adalah hadits masyhur yang telah memenuhi ketentuan-ketentuan hadits shahih, baik pada sanad maupun matannya, seperti hadits Ibnu Umar.
ااذ جا ء احد كم الجمعة فليغتسل (رواه البخا رى )
“bagi siapa yang hendak pergi melaksanakan shalat jum’at, hendaknya ia mandi”.(HR.Bukhari)
            Sedangkan yang di maksud dengan hadits masyhur hasan adalah hadits masyhur yang telah memenuhi ketentuan-ketentuan hadis hasan, baik mengenai sanad maupun matannya seperti sabda Rasulullah saw.
لا ضر ر و لا ضر ا ر
“jangan melakukan perbuatan yang berbahaya (bagi diri sendiri dan orang lain)”.
            Adapun  yang di maksud hadits masyhur dha’if adalah hadits masyhur yang tidak mempunyai syarat-syarat hadis sahih dan hasan, baik pada sanad maupun matannya, seperti hadits:
طلب العلم فرىضة عل كل مسلم و مسلمة
“menuntut ilmu wajib bagi muslim laki-laki dan perempuan”.


Macam-macam hadits masyhur
1)      Masyhur di kalangan ahli hadits yang menerangkan, bahwa Rasulullah SAW.membaca doa Qunut sesudah ruku’ selama satu bulan penuh, berdoa atas golongan Ri’il dan Zakwan[3]  hadits ini diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Iman Muslim dari riwayat Sulaiman al-Taini dari Abi Mijlas dari Anas. Hadits ini juga diriwayatkan dari Anas selain Sulaiman, serta oleh Sulaiman dari segolongan perawi lain.
2)      Masyhur di kalangan ulama ahli hadits, ulama-ulama lain, dan di kalangan orang umum.
3)      Masyhur di kalangan ahli fikih.
4)      Masyhur di kalangan ahli ushul fiqh.
5)      Mashur di kalangan ahli sufi.
6)      Masyhur di kalangan ulama-ulama Arab.
7)      Dan masih banyak lagi hadits-hadits yang kemasyhurannya hanya di kalangan tertentu, sesuai dengan disiplin ilmu dan bidangnya masing-masing.
2). Hadits ghairu masyhur
            Hadits ghairu mashur ini, oleh ulama ahli hadits di golongkan menjadi ‘aziz dan gharib
  • Hadits ‘Aziz
Kata ‘aziz berasal dari ‘aza- ya’izzu yang berarti la yakadu yujadu atau qalla wa nadar ( sedikit atau jkarang adanya), dan biasa berasal dari ‘Azza ya ‘Azzu Berarti Qawiya (kuat). Sedangkan menurut istilah hadits ‘aziz adalah hadits  ‘yang perawinya tidak kurang dari dua orang dalam semua thabaqat sanad. Dan ada juga yang mengatakan bahwa hadits ‘aziz dalah hadits yang di riwayatkan oleh dua orang atau tiga orang perawi.

·         Hadits gharib
Gharib menurut bahasa berarti al-munfarid (menyendiri) atau al- ba’id anaqaribihi (jauh dari kerabatnya). Ulama hadits mendifinisikan hadits gharib sebagai berikut:
“hadits yang di riwayatkan oleh seorang perawi yang menyendiri dalam meriwayatkannya, baik yang menyendiri itu imamnya maupun selainnya”.
Ibnu hajar mendefinisikan hadis gharib sebagai berikut:
“hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang yangmenyendiri dalam meriwayatkannya, dimana saja penyendirian dalam sanad itu terjadi”.
            Dilihat dari bentuk penyendirian perawi, maka hadits gharib di golongkan menjadi dua golongan, yaitu gharib mutlak dan gharib nisbi.
 Di kategorikan sebagai gharib mutlak apabila penyendirian itu mengenai personalisasinya, sekalipun penyendirian tersebut hanya terdapat dalam satu thabaqat. Penyendirian hadits gharib mutlak ini harus berpangkal di tempat ashlu sanad[4], yakni Tabi’i bukan sahabat.
Sedangkan hadits gharib yang tergolong gharib nisbi adalah apabila penyendirian itu mengenai sifat atau keadaan tertentu dari seorang rawi, penyendirian seorang rawi ini, seperti ini, bisa terjadi berkaitan dengan keadilan dan kedhabitan perawi atau mengenai tempat tinggal di kota tertentu.
*****
KESIMPULAN
ü  Hadits Mutawatir yaitu Kata mutawatir Menurut lughat ialah mutatabi yang berarti beriring-iringan atau berturut-turut antara satu dengan yang lain.Sedangkan menurut istilah ialah: “Suatu hasil hadits tanggapan pancaindera, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi,  yang menurut kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat untuk dusta.  
ü  Pembagian hadits Mutawatir
      • Mutawatir lafzi
      • Muyawatir ma’nawi
      • Mutawatir Amali

ü Menurut bahasa kata Al Ahad jamak dari Ahad, yang berarti al wahid atau satu. Sedangkan menurut Istilah ahli hadits (Abdul Wahab Khalaf), hadits ahad antara lain adalah Suatu hadits (khabar) yang jumlah pemberitaannya tidak mencapai jumlah pemberitahuan hadits mutawatir; baik pemberita itu seorang, dua orang, tiga orang, empat orang, limaorang dan seterusnya.
ü Pembagian Hadits Ahad
      • Hadits masyhur
      • Hadits ghairu masyhur



DAFTAR PUSTAKA
Teungku Muhammad Hasbi Ali ash-shiedqie, Sejarah & pengantar ilmu hadits( edisi ketiga,  semarang; P.t. Pustaka Rizki Putra, 2009
Dr. H. Munzier suparta, Ilmu Hadits (edisi ke enam), Jakarta; P.T. Raja Grafindo Persada, Mei 2010.
Drs Fatchurrahman, Ikhtisar Mushthalahu’l Hadits, Bandung; P.t. Alma’arif


[1] Dr. Munzir suparta, Ilmu Hadits (cetakan 6), (Jakarta: Pt. Grafindo, 2006),hlm 101
[2] Nur Al-Din ,itr , manhaj Al-Naqdi fi ulum hadits, (beirut: Dar-Al Fikr,1981), hlm 70.
[3] Munzier suparta, op. Cit., hal 113
[4] Ashl Al-sanad ialah pangkal pulang dan kembalinya sanad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar