Selamat Datang..

Selamat Datang..

Sabtu, 24 Maret 2012

Macam-macam maf'ul

Macam-macam Maf’ul
Oleh: Amirul Mukminin
 Maf’ul Bih
Maf’ul Bih adalah isim yang menjadi sasaran perbuatan (objek)
Contoh : ضربت زيد ا
Maf’ul bih terbagi atas dua bagian :
• Dzahir, yaitu maf’ul bih yang bukan terdiri dari kata ganti contoh : ركبت الفرس
• Dhamir, yaitu maf’ul bih yang terdiri dari kata ganti. Maf’ul bih yang dhomir ini terbagi menjadi dua :
 Dhamir muttashil. Contoh : اكرمني, اكرمنا
 Dhamir muttashil. Contoh : اياي, اياهما, اياك
Hukum-hukum maf’ul bih
 Yang asal maf’ul bih diakhirkan dari fi;il dan fa’il,
seperti : وورث سليمان داود
 Terkadang ia mendaului fa’il secara :
• Jaiz (boleh), seperti : ضرب سعرى موسى
• Wajib, seperti : زات الشجرة نوره . dalam contoh ini adalah karena fa’il mempunyai dhamir yang kembali kepada maf’ul bih.
 Terkadang ia mendahului fi’il dan fa’il dengan hukum :
• Jaiz, seperti : فريق كدبوا وفريقا يقتلون
• Wajib, seperti : فاي ايات الله تنكرون . dalam contoh ini karena isim istifham (اي) harus berada dipermulaan kalam.
 Ada juga maf’ul bih yang ‘amilnya tersimpan atau dikira-kira dengan hukum :
• Jaiz, sepeti kalau ada yang bertanya (مدا نزل ربكم) lalu dijawab (خبر) maka maksudnya adalah (انزل خير)
 Maf’ul Fihi (Dzaraf Makan/Zaman)
ظرف الزمان هواسم الزمان المنصوب بتقديرفي نحواليوم
Dzorof zaman (keterangan waktu), yaitu isim yang menunjukkan waktu yang dibaca nashob dengan mangira fi (في), seperti :
اليوم = pada hari ini
الليلة = pada malam ini
غدوة = pagi hari
سحرا = waktu sahur
ظرف المكان هواسم المكان المنصوب بتقديرفي نحوامام
Dzorof makan (keterangan tempat), yaitu isim yamg menunjukkan tempat yang dibaca nashob dengan mengira-ngira fi (في), seperti :
امام = di depan
خلف = di belakang
قدام = di depan
وراء = di belakang
 Semua isim zaman dibaca nashob sebagai dzharaf (dzorfiyah), tidak ada perbedaan antara yang mukhtash (مختص), yang ma’dud (معدود) maupun yang mubham(مبهم).
 Mukhtash adalah lafadz yang dapat menjawab pertanyaan (متى: kapan?), seperti : يوم الجمعة dan lain-lain.
 Ma’dud adalah lafadz yang dapat menjawab pertanyaan (كم: berapa lama?), seperti : الشهر, الاسبوع dan lain-lain,
pada contoh : اعتكفت اشهر, اعتكفت اسبوعا
 Mubham adalah lafadz yang tidak menjadi jawab dari apapun, seperti : جاست حينا ووقتا.
 Isim makan yang dibaca nashob sebagai dzaraf ada tiga macam, yaitu :
1) Mubham (مبهم), seperti isim arah yang enam, yaitu (فوق, تحت, يمين, شما ل, امام, خلف) dan lafadz yang serupa dengan mereka.
2) Isim ukuran (اسم المقدار), seperti : البريد, الفرشخ, الميل . seperti dalam contoh : سرت ميلا
3) Musytaq (مشتق), yaitu lafadz yang dicetak dari mashdar amilnya, seperti contoh : ان كان نقعدمنها مقاعدللسمع, جلست مجلس زيد.
Selain dari ketiga macam di atas, isim makan tidak boleh nashob sebagai dzaraf. Tidak boleh dibaca(قمت الطريق, صليت المسجد ). Mereka hanya dijerkan dengan(في) seperti(قمت, صليت قي المسجد في الطريق). Adapun ucapannya orang arab seperti( سكن, دخلت المسجد تالبيت) adalah kelonggaran dengan membuang huruf jer. 

 Maf’ul Muthlak (Mashdar)
Yaitu isim mashdar yang menguatkan amilnya atau yang menerangkan macam amilnya atau juga yang menerangkan hitungan amilnya.
 Yang memperkuat amilnya seperti وكلم الله موسى تكليما
 Yang menerangkan macam amilnya seperti العمرو ضربت زيد ضرب
 Yang menerangkan hitungan amilnya seperti ضربت ضربتين
Masdar ada dua macam :
1. lafdzi (لفظي), yaitu apabila mashdar sesuai dengan lafadz fi’ilnya, seperti contoh di depan.
2. maknawi (معنوي), yaitu apabila mashdar hanya sesuai dalam makna dengan fi’ilnya, seperti : جلست قعودا, قمت وقوفا
* pengertian sederhana dari mashdar ialah lafadz yang jatuh pada urutan ketiga dari tashrif ishtilahi, seperti : ضرب- يضرب- ضربا- مضربا , lafadz ang ketiga (ضربا) itulah mashdar.
 Maf’ul Min Ajlih /Maf’ul Li’ajlih
Yaitu lafadz/isim yang dibaca nashob yang menerangkan sebab terjadinya pekerjaan.
Syarat dari maf’ul min ajlih adalah :
1. berupa mashdar
2. bersamaan waktunya
3. bersamaan pelakunya
seperti : قام زيد اجلالالعمر, ولاتقتلوااولدكم خشية املاق
karena telah adanya syarat diatas, maka tidak boleh mengucapkan, seumpama:
 تا صبت السفر) ( karena tidk bersamaan masa dengan amilnya.
 (جئتك محبتك اياي) Karena tidak bersamaan dengan amilnya.
Kedua bentuk kalimat tersebut wajib jer dengan lam (ل), sehingga terbentuk (تا صبت السفر جئت لمحبتك اياي).
 Maf’ul Ma’ah
Yaitu isim yang dibaca nashob yang disebut setelah wawu ma’iyah (yang berarti beserta/ bersamaan) untuk menjelaskan sesuatu yang bersamanya/ besertanya dilakukan pekerjaan.
Contoh : جاء الامروالجيش, انا سائروالنيل
 Terkadang maf’ul ma’ah wajib dibaca nashob sebagai maf’ul seperti contoh di atas, Karena bentuk tersebut tercegah dari athof. Kalau keduanya dijadikan athof, maka makna keduanya akan kacau, contoh lain : لاتنه عن القبيح وإتيا نه, فاجمعو امركموشركانكم
 Terkadang maf’ul ma’ah diunggulkan atas athof, artinya boleh athof, tapi lebih baik menjadi maf’ul, seperti (قمت وزيدا). Boleh dibaca (قمت وزيد) sebagai athof, tetapi dho’if (lemah).
 Terkadang athof lebih baik, sepertri contoh yang pertama diatas (جاءالامروالجيش). Contoh lain ( زيد حسن وجهه ),Athof ialah lebih baik, karena yang asal. 

Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/religion-studies/2181452-macam-macam-maf-ul



Tafsir ayat-ayat tentang manusia


TAFSIR AYAT-AYAT TENTANG MANUSIA

1.      At-Tien : 1-8
ÈûüÏnG9$#ur ÈbqçG÷ƒ¨9$#ur ÇÊÈ   ÍqèÛur tûüÏZÅ ÇËÈ   #x»ydur Ï$s#t7ø9$# ÂúüÏBF{$# ÇÌÈ   ôs)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þÎû Ç`|¡ômr& 5OƒÈqø)s? ÇÍÈ   ¢OèO çm»tR÷ŠyŠu Ÿ@xÿór& tû,Î#Ïÿ»y ÇÎÈ   žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏHxåur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# óOßgn=sù íô_r& çŽöxî 5bqãYøÿxE ÇÏÈ   $yJsù y7ç/Éjs3ムß÷èt/ ÈûïÏe$!$$Î/ ÇÐÈ   }§øŠs9r& ª!$# È/s3ômr'Î/ tûüÉKÅ3»ptø:$# ÇÑÈ  

ÈûüÏnG9$#ur ÈbqçG÷ƒ¨9$#ur
 ( demi tin dan zaitun ) keduanya adalah nama buah, atau dapat juga diartikan nama dua buah gunung yang menumbuhkan kedua buah tersebut. Kedua buah tersebut banyak manfaatnya bagi manusia, sehingga dokter zaman sekarang menyarankan untuk bayak mengonsumsi buah-buahan , karena sangat baik untuk kesehatan.[1]
ÍqèÛur tûüÏZÅ
( dan demi bukit Sinai ) nama sebuah bukit tempat Allah berfirman kepada Musa as. Arti sinina ialah yang diberkahiatau yang baik karena memiliki banyak pohon yang menghasilkan buah.
 #x»ydur Ï$s#t7ø9$# ÂúüÏBF{$#
(dan demi kota ini yang aman ) yaitu mekkah, dinamakan kota yang aman , karena orang yang tinggal di  dalamnya  merasa aman, baik di zaman jahiliyyah maupun di zaman Islam.


   ôs)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þÎû Ç`|¡ômr& 5OƒÈqø)s?
( sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya ). Bahwasanya di antara makhluk Allah di atas peermukaan bumi, manusialah yang diciptakan Allah dalm sebaik-baik bentuk ; bentuk lahir dan bathin. Bentuk tubuh dan bentuk nyawa. Bentuk tubuhnya melebihi keindahan bentuk tubuh hewan lain, tentang ukuran dirinya, tentang manis air- mukanya, sehingga dinamai Basyar, artinya wajah yang mengandung gembira, sangat berbeda dengan binatang lainnya. Dan manusia diberi pula akal, bukan semata-mata nafasnya yang turun naik. Maka dengan perseimbangan sebaik-baik tbuh dan pedoman pada akalnya itu dapatlah dia hidup di permukaan bumi menjadi pengatur. Kemidian Tuhan mengutus para Rasul membawa petunjuk bagaimana cara menjalani hidup ini supaya selamat.[2]
¢OèO çm»tR÷ŠyŠu Ÿ@xÿór& tû,Î#Ïÿ»y
( kemudian, kami jatuhkan dia kepada serendah-rendah yang rendah ). Allah mentakdirkan kejadian manusia, sesudah lahir kedunia, dengan berangsur tubuh menjadi kuat dan dapat berjalan, akal pun mulai berkembang, sampai dewasa, sampai puncak kemegahan umur. Kemudian semua itu berangsur menurun, beransurlah tua, badan mulai lemah dan fikiran juga mulai melemah, gigi mulai rontok, rambut hitam berganti dengan uban, kulit yamg kencang menjadi keriput, pendengaran mulai menurun, dan mulai pelupa, kalau semakin tua manusia seperti kembali ke masa kanak-kanak pikun, tidak tahu apa-apa sehingga meminta belas kasihan dari anak dan cucu. Sehingga tersebut dalam salah astu do’a yang diajarkan Nabi agar kita memohon kepada Allah jangan sampai dikembalikan kepada umur sangat tua dan pikun.

   žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏHxåur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# óOßgn=sù íô_r& çŽöxî 5bqãYøÿxE
( kecuali orang-oarang yang beriman dan beramal saleh, maka untuk mereka ganjaran yang tiada putuss-putus ). Yaitu yang beriman dan beramal saleh di waktu mudanya maka pahala baginya tidak terputus- putus. Disebutkan dalam sebuah hadits, bahwa apa bila orang mukmin mencapai usia tua hingga ia tak mampu lagi untuk mengerjakan amal kebaikan, maka dituliskan baginya pahala amal kebaikan yang biasa ia kerjakan di masa mudanya.
$yJsù y7ç/Éjs3ムß÷èt/ ÈûïÏe$!$$Î/
( maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan tentang agama ? ). Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknyadan setelah lanjut usia kamu akan jatuh menjadi serendah-rendahnya kalau tidak ada penndidikan dan asuhan beragama, apa lagi alasan bagi kamu untuk mendustakan agama ? tentu saja tidak ada yang mmendorongnya untuk mendustakan hal yersebut kecuali dirinya sendiri.
}§øŠs9r& ª!$# È/s3ômr'Î/ tûüÉKÅ3»ptø:$#
( bukankah Allah  hakim yang seadil-adilnya ? ). Kalau seseorang yang setia memegang agama untuk pedoman hidupnya, lalu hidupnya selamat sampai hari tua, bukankah suatu yang adil dari hokum kebijaksanaan ilahi ?. dan kalau seseorang sebelum tua sudah kehilangan pedoman, dan ketika tua menjadi orang tua yang jjadi beeban berat bagi anak dan cucunya karena jiwa kosong dari pegangan, putus hubungan  dengan alam, bukankah itu pun suatu keputusan yang adil dari Allah ?. dalam hadits yang diriwayatkan oleh tarmidzi dan Abu Hurairah, Nabi menganjurkan bila imam sampai pada penutup ayat ini, maka makmum sunat membaca : “Bala.., wa ana ‘ala dzalika minasy-syahidiin. “ “ Benar itu, dan aku sendiri atas yang demikian itu turut menyaksikan “.


2.      Surat al-‘araaf : 96-99
öqs9ur ¨br& Ÿ@÷dr& #tà)ø9$# (#qãZtB#uä (#öqs)¨?$#ur $uZóstGxÿs9 NÍköŽn=tã ;M»x.tt/ z`ÏiB Ïä!$yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur `Å3»s9ur (#qç/¤x. Mßg»tRõs{r'sù $yJÎ/ (#qçR$Ÿ2 tbqç7Å¡õ3tƒ ÇÒÏÈ   z`ÏBr'sùr& ã@÷dr& #tà)ø9$# br& NåkuŽÏ?ù'tƒ $uZßù't/ $\G»uŠt/ öNèdur tbqßJͬ!$tR ÇÒÐÈ   z`ÏBr&urr& ã@÷dr& #tà)ø9$# br& NßguÏ?ù'tƒ $uZßù't/ ÓYÕàÊ öNèdur tbqç7yèù=tƒ ÇÒÑÈ   (#qãZÏBr'sùr& tò6tB «!$# 4 Ÿxsù ß`tBù'tƒ tò6tB «!$# žwÎ) ãPöqs)ø9$# tbrçŽÅ£»yø9$# ÇÒÒÈ  
 Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. Maka Apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? atau Apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain?Maka Apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.

Wa lau anna ahlal quraa aamanuu wat taqau la fatahnaa ‘alaihim barakaatim minas samaa-I wal ar-dhi = Seandainya penduduk al-Quraa beriman dan bertaqwa, tentulah Kami membukakan segala kebajikan langit dan bumi kepada mereka.
            Seandainya penduduk Mekkah ( al-Quraa ) dan penduduk sekitarnya beriman, tidak mendustakan Rasul saw. Dan seandainya mereka tidak berperilaku kufur, tidak melakukan maksiat, tetapi bertaqwalah kepada Allah, tentulah Allah akan memudahkan baginya untuk mendapatkan kebajikan dari langit dan bumi. Kebajikan-kebajikan itu akan melengkapi kebajikan rohani dan maknawi dan kebajikan “hissi” atau “maddi” ( inderawi ), seperti beraneka ilmu, petunjuk, wahyu, ilham, dan hujan yang menyuburkan bumi, barang logam, dan lain-lain. Ringkasnya, seandainya mereka beriman, tentulah Allah memudahkan baginya untuk memperoleh segala macam kebajikan ( sesuatu yang bermanfaat ) dari berbagai sudut.
Wa laakin kadz-kadzabuu fa a-kkhadznaahum bi maa kaanuu yaksibuun = Akan tetapi mereka mendustakannya, lalu Kami mengazab mereka disebabkan oleh apa yang mereka lakukan.
            Sayangnya, mereka tidak mau beriman dan tidak mau bertaqwa. Sebaliknya, mereka tetap mendustakan atyat-ayat Allah dan berlaku kufur. Karenanya, Allah pun mengazab mereka disebabkan oleh perbuatan syirik yang dilakukannya dan perbuatan maksiat yang merusak peraturan dan nilai-nilai sosial masyarakat.
A fa amina ahlul quraa ay ya’tiyahum ba’sunaa bayaataw wa hum naa-imuun = Apakah penduduk al-Quraa merasa telah aman dari azab Kami pada malam hari, sedangkan mereka sedang tidur nyenyak ?
Apakah dengan kekufurannya mereka masih merasa aman ( selamat ) terhadap azab Allah ketika mereka tidur nyenyak ?
A wa amina ahlul quraa ay ya’tiyahum ba’sunaa dhuhaw wahum yal’abuun = Ataukah penduduk al-Quraa merasa telah aman dari azab Kami pada waktu dhuha, sedangkan mereka lagi bermain-main ?
            Apakah penduduk al-Quraa telah merasa aman dari azab Allah pada waktu dhuha ( antara matahari terbit sampai masuk waktu zuhur ), sedangkan mereka dalam keadaan lalai ? waktu dhuha memang waktu orang bekerja mencari nafkah. Tetapi mereka yang pada waktu itu melakukan pekerjaan yang tidak berfaedah dianggap sedang bermain-main dan dalam keadaan lalai.
            Ringkasnya, Allah memperingatkan mereka bahwa azab itu menimpa manusia saat mereka tidak sadar ( lalai ).
A fa aminuu makrallaahi fa laa ya’manu makrallaahi illal qaumul khaasiruun = Apakah mereka telah merasa aman dari azab Allah ?  maka, tidak ada seorang pun yang merasa aman dari azab Allah, kecuali orang-orang yang merugi.
            Apakah mereka aman dari pembalasan Allah yang datang dengan tiba-tiba ? yang dimaksud dengan azab Allah adalah pembalasan yang diberikan ( diturunkan ) secara tiba-tiba, setelah peringatan.
            Orang-orang yang berakal tidak boleh sekali-kali merasa dirinya aman ( selamat ) dari pembalasan Allah yang datangnya tiba-tiba, walaupun salah satu kakinya sudah berada di dalam surga.
            Apa bila ayat di atas mengatakan, bahwa orang saleh yang tekun beribadah sekalipun, yang karena bodoh umpamanya, kemudian merasa aman dari siksa Allah, itu sja sudah menimbulkan kerugian. Apa bila orang yang berlimang kemaksiatan, namun dia merasa aman, dari siksa Allah, karena bersandar bahwa Allah itu maha pemaaf. Padahal nabi sering berdo’a :
اللهـــم يا  مقلّب القلوب والأبصــار ثبّت قلبـــي على دينك[3]


Al-a’raaf : 175-176
ã@ø?$#ur öNÎgøŠn=tæ r't6tR üÏ%©!$# çm»oYøs?#uä $oYÏF»tƒ#uä yn=|¡S$$sù $yg÷YÏB çmyèt7ø?r'sù ß`»sÜø¤±9$# tb%s3sù z`ÏB šúïÍr$tóø9$# ÇÊÐÎÈ   öqs9ur $oYø¤Ï© çm»uZ÷èsùts9 $pkÍ5 ÿ¼çm¨ZÅ3»s9ur t$s#÷zr& n<Î) ÇÚöF{$# yìt7¨?$#ur çm1uqyd 4 ¼ã&é#sVyJsù È@sVyJx. É=ù=x6ø9$# bÎ) ö@ÏJøtrB Ïmøn=tã ô]ygù=tƒ ÷rr& çmò2çŽøIs? ]ygù=tƒ 4 y7Ï9º©Œ ã@sVtB ÏQöqs)ø9$# šúïÏ%©!$# (#qç/¤x. $uZÏG»tƒ$t«Î/ 4 ÄÈÝÁø%$$sù }È|Ás)ø9$# öNßg¯=yès9 tbr㍩3xÿtFtƒ ÇÊÐÏÈ  
“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian Dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu Dia diikuti oleh syaitan (sampai Dia tergoda), Maka jadilah Dia Termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, Sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi Dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir “

Watlu ‘alaihim naba-alla-dzii aatainaahu aayaatinaa fan sala-kha minhaa = Dan bacakanlah untuk mereka ( bangsa Yahudi ) kabar tentang orang-orang yang telah Kami beri ayat-ayat, lalu mengingkarinya.
            Sampaikanlah kepada bangsa Yahudi mengenai kabar orang-orang yang telah Kami beri ayat-ayat dan telah Kami jelaskan tentang Keesaan Kami, sehingga mereka mempunyai pedoman dan pegangan dalam berakidah. Namun mereka kemudian mengingkari ayat-ayat tersebut. Mereka tidak mau mengambil petunjuk.
Fa atba’ahusy syai-thaanu fa kaana minal ghaawiin = Maka datanglah setan menyusulnya, dan menjadilah mereka masuk orang-orang yang sesat.
            Setelah mereka ( orang-orang Yahudi ) mengingkari ayat-ayat Allah, datanglah setan menyusul mempengaruhinya. Karena pada dirinya tidak ada lagi petunjuk dan tidak ada lagi tipu daya setan yang menghalangi, maka mereka menjadi orang-orang yang sesat.
Wa lau syi’naa la rafa’naahu bihaa = Seandainya Kami menghendaki, tentulah Kami angkat derajatnya dengan ayat-ayat itu.
            Seandainya Allah menghendaki, Dia akan meninggikan derajat mereka dengan ayat-ayat yang diturunkan itu kepada derajat kesempurnaan. Selain itu, juga memberi hidayah dan menuntun mereka beramal sesuai dengan petunjuk ayat-ayat tersebut.
Wa laakinnahuu akhlada ila ar-dhi wat taba’a hawaahu = Akan tetapi dia condong ( lebih mengikuti hawa nafsunya.
            Akan tetapi orang condong atau lebih menyukai kehidupan dunia dan menghabiskan seluruh waktunya untuk memuaskan hawa nafsunya dengan kelezatan dan kenikmatan duniawi.
Ayat ini memberi pengertian bahwa kehendak Allah itu mengikuti amal kita. Dalam penciptaan, kita diberi kemampuan (potensi) untuk berikhtiar ( berusaha dan memilih ). Dengan potensi ikhtiar kita bias berbuat sesuatu amal yang berpahala atau yang mengandung dosa. Jika seseorang memilih kebajikan, Allah memberi jalan-jalan yang memudahkannya, demikian pula sebaliknya, bagi mereka yang memilih kejahatan ( kemaksiatan, jaga diberi jalan untuk itu.[4]
Fa ma-tsaluhuu ka ma-tsalil kalbi in tahmil ‘alaihi yalhats au tatru-khu yalhats = Maka, perumpamaanya seperti anjing. Jika kamu mengerjarnya dia menjulurkan lidahnya dan ketika kamu membiarkannya juga menjulurkan lidahnya.
            Orang yang lebih menyukai dunia dan mengikuti hawa nafsu diibaratkan dengan tingkah laku anjing, yang terus-menerus dalam kesibukan dan kebingungan.
Dzaalika ma-tsalul qaumil la-dziina kadz-dzabuu bi aayaatinaa = Itulah perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Kami.
            Begitulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Mereka terus menyibukkan diri dengan kenikmatan dunia. Walaupun pemberian yang diterima sudah banyak, mereka tetap merasa kurang karena ketamakannya. Semakin banyak kekayaan material yang dimilikinya, maka semakin bertambah pula tamaknya.
Faq-shushil qa-shasha la’allahum yatafakkaruun = Maka, kisahkanlah (wahai Rasul) kisah-kisah orang itu; mudah-mudahan mereka suka berfikir.
            Ungkapkanlah kisah orang-orang tersebut sebagai ibarat bagi orang yang mendustakan ayat-ayat Allah. Semoga dengan perumpamaan itu mereka bisa mengambil pelajaran[5].

3.      Al-Isra : 70
* ôs)s9ur $oYøB§x. ûÓÍ_t/ tPyŠ#uä öNßg»oYù=uHxqur Îû ÎhŽy9ø9$# ̍óst7ø9$#ur Nßg»oYø%yuur šÆÏiB ÏM»t7ÍhŠ©Ü9$# óOßg»uZù=žÒsùur 4n?tã 9ŽÏVŸ2 ô`£JÏiB $oYø)n=yz WxŠÅÒøÿs? ÇÐÉÈ  
( dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan lautan, kami eri mereka rezeki yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan )
            Dalam ayat ini Allah memberitahukan bahwa manusia sangat mulia dan sangat sempurna dibandingkan mahluk  yang lain bahkan malaikat sekalipun, dengan berbagai kelebihan yang dimiliki manusia dan tidak dimiliki oleh ciptaan-Nya  yang lain. Dan bentuk pemuliaan tersebut juga disebut dalam surat at-tien dan al-ghafir :
ôs)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þÎû Ç`|¡ômr& 5OƒÈqø)s? ÇÍÈ  
4. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .[6]



[1] Mahmud Yunus, tafsir qur’an Karim, ( Jakarta : wazduryah, 2006 ), hal. 909.
[2] Hamka, tafsir Al-Azhar juz XXIX-XXX ( Jakarta  PT Pustaka Panjimas,1983 ), hl.206
[3] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi Juz VII Cet,I ( Semarang : PT Karya Toha Putra Semarang, 1987 ), Hal, 30.

[5] Syaikh asy-syanqithi, Tafsir Adh-Dhu’aul Bayan. Jilid 2 Syaikh Muhammad (Penerjemah). (Jakarta: Pustaka Adzam, 2007). Hal. 542
[6] Syaik asy-syanqithi, pen : bari, Rivai dkk, Ed, Yusuf Baihaqi tafsir Adhwa’ul Bayan ( Jakarta : Pustaka Azzam, 2007), hal. 966