TAFSIR
AYAT-AYAT TENTANG MANUSIA
1.
At-Tien : 1-8
ÈûüÏnG9$#ur
ÈbqçG÷¨9$#ur
ÇÊÈ ÍqèÛur
tûüÏZÅ
ÇËÈ #x»ydur Ï$s#t7ø9$#
ÂúüÏBF{$# ÇÌÈ ôs)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$#
þÎû
Ç`|¡ômr&
5OÈqø)s? ÇÍÈ ¢OèO çm»tR÷yu @xÿór&
tû,Î#Ïÿ»y
ÇÎÈ wÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä
(#qè=ÏHxåur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# óOßgn=sù
íô_r&
çöxî
5bqãYøÿxE ÇÏÈ $yJsù
y7ç/Éjs3ã ß÷èt/
ÈûïÏe$!$$Î/ ÇÐÈ }§øs9r& ª!$#
È/s3ômr'Î/
tûüÉKÅ3»ptø:$#
ÇÑÈ
ÈûüÏnG9$#ur
ÈbqçG÷¨9$#ur
( demi tin dan zaitun
) keduanya adalah nama buah, atau dapat juga diartikan nama dua buah gunung
yang menumbuhkan kedua buah tersebut. Kedua buah tersebut banyak manfaatnya
bagi manusia, sehingga dokter zaman sekarang menyarankan untuk bayak
mengonsumsi buah-buahan , karena sangat baik untuk kesehatan.[1]
ÍqèÛur
tûüÏZÅ
( dan demi bukit Sinai ) nama sebuah bukit tempat Allah berfirman kepada Musa as. Arti sinina
ialah yang diberkahiatau yang baik karena memiliki banyak pohon yang
menghasilkan buah.
#x»ydur Ï$s#t7ø9$#
ÂúüÏBF{$#
(dan demi kota ini yang aman ) yaitu mekkah, dinamakan kota yang aman , karena orang yang tinggal
di dalamnya merasa aman, baik di zaman jahiliyyah maupun
di zaman Islam.
ôs)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$#
þÎû
Ç`|¡ômr&
5OÈqø)s?
( sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya ). Bahwasanya di antara makhluk Allah di atas peermukaan
bumi, manusialah yang diciptakan Allah dalm sebaik-baik bentuk ; bentuk lahir
dan bathin. Bentuk tubuh dan bentuk nyawa. Bentuk tubuhnya melebihi keindahan
bentuk tubuh hewan lain, tentang ukuran dirinya, tentang manis air- mukanya, sehingga
dinamai Basyar, artinya wajah yang mengandung gembira, sangat berbeda
dengan binatang lainnya. Dan manusia diberi pula akal, bukan semata-mata
nafasnya yang turun naik. Maka dengan perseimbangan sebaik-baik tbuh dan
pedoman pada akalnya itu dapatlah dia hidup di permukaan bumi menjadi pengatur.
Kemidian Tuhan mengutus para Rasul membawa petunjuk bagaimana cara menjalani
hidup ini supaya selamat.[2]
¢OèO
çm»tR÷yu @xÿór&
tû,Î#Ïÿ»y
( kemudian, kami jatuhkan dia kepada serendah-rendah yang rendah ). Allah mentakdirkan kejadian manusia, sesudah lahir kedunia,
dengan berangsur tubuh menjadi kuat dan dapat berjalan, akal pun mulai
berkembang, sampai dewasa, sampai puncak kemegahan umur. Kemudian semua itu
berangsur menurun, beransurlah tua, badan mulai lemah dan fikiran juga mulai
melemah, gigi mulai rontok, rambut hitam berganti dengan uban, kulit yamg
kencang menjadi keriput, pendengaran mulai menurun, dan mulai pelupa, kalau
semakin tua manusia seperti kembali ke masa kanak-kanak pikun, tidak tahu
apa-apa sehingga meminta belas kasihan dari anak dan cucu. Sehingga tersebut
dalam salah astu do’a yang diajarkan Nabi agar kita memohon kepada Allah jangan
sampai dikembalikan kepada umur sangat tua dan pikun.
wÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä
(#qè=ÏHxåur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# óOßgn=sù
íô_r&
çöxî
5bqãYøÿxE
( kecuali orang-oarang yang beriman dan beramal saleh, maka untuk
mereka ganjaran yang tiada putuss-putus ). Yaitu yang beriman dan beramal saleh di waktu mudanya maka pahala
baginya tidak terputus- putus. Disebutkan dalam sebuah hadits, bahwa apa bila orang
mukmin mencapai usia tua hingga ia tak mampu lagi untuk mengerjakan amal
kebaikan, maka dituliskan baginya pahala amal kebaikan yang biasa ia kerjakan
di masa mudanya.
$yJsù y7ç/Éjs3ã ß÷èt/
ÈûïÏe$!$$Î/
( maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan tentang agama ? ). Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknyadan setelah lanjut usia kamu akan jatuh menjadi
serendah-rendahnya kalau tidak ada penndidikan dan asuhan beragama, apa lagi alasan
bagi kamu untuk mendustakan agama ? tentu saja tidak ada yang mmendorongnya
untuk mendustakan hal yersebut kecuali dirinya sendiri.
}§øs9r&
ª!$#
È/s3ômr'Î/
tûüÉKÅ3»ptø:$#
( bukankah Allah hakim yang
seadil-adilnya ? ).
Kalau seseorang yang setia memegang agama untuk pedoman hidupnya, lalu hidupnya
selamat sampai hari tua, bukankah suatu yang adil dari hokum kebijaksanaan
ilahi ?. dan kalau seseorang sebelum tua sudah kehilangan pedoman, dan ketika
tua menjadi orang tua yang jjadi beeban berat bagi anak dan cucunya karena jiwa
kosong dari pegangan, putus hubungan
dengan alam, bukankah itu pun suatu keputusan yang adil dari Allah ?.
dalam hadits yang diriwayatkan oleh tarmidzi dan Abu Hurairah, Nabi
menganjurkan bila imam sampai pada penutup ayat ini, maka makmum sunat membaca
: “Bala.., wa ana ‘ala dzalika minasy-syahidiin. “ “ Benar itu, dan aku
sendiri atas yang demikian itu turut menyaksikan “.
2. Surat al-‘araaf : 96-99
öqs9ur
¨br&
@÷dr&
#tà)ø9$#
(#qãZtB#uä
(#öqs)¨?$#ur
$uZóstGxÿs9
NÍkön=tã
;M»x.tt/
z`ÏiB
Ïä!$yJ¡¡9$#
ÇÚöF{$#ur
`Å3»s9ur
(#qç/¤x.
Mßg»tRõs{r'sù
$yJÎ/
(#qçR$2
tbqç7Å¡õ3t
ÇÒÏÈ z`ÏBr'sùr&
ã@÷dr&
#tà)ø9$#
br&
NåkuÏ?ù't
$uZßù't/
$\G»ut/
öNèdur
tbqßJͬ!$tR
ÇÒÐÈ z`ÏBr&urr&
ã@÷dr&
#tà)ø9$#
br&
NßguÏ?ù't
$uZßù't/
ÓYÕàÊ
öNèdur
tbqç7yèù=t
ÇÒÑÈ (#qãZÏBr'sùr&
tò6tB
«!$#
4
xsù
ß`tBù't
tò6tB
«!$#
wÎ)
ãPöqs)ø9$#
tbrçÅ£»yø9$#
ÇÒÒÈ
Jikalau
Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya. Maka Apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari
kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang
tidur? atau Apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan
siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka
sedang bermain?Maka Apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak
terduga-duga)? tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang
merugi.
Wa
lau anna ahlal quraa aamanuu wat taqau la fatahnaa ‘alaihim barakaatim minas
samaa-I wal ar-dhi = Seandainya penduduk
al-Quraa beriman dan bertaqwa, tentulah Kami membukakan segala kebajikan langit
dan bumi kepada mereka.
Seandainya penduduk Mekkah ( al-Quraa
) dan penduduk sekitarnya beriman, tidak mendustakan Rasul saw. Dan seandainya
mereka tidak berperilaku kufur, tidak melakukan maksiat, tetapi bertaqwalah
kepada Allah, tentulah Allah akan memudahkan baginya untuk mendapatkan
kebajikan dari langit dan bumi. Kebajikan-kebajikan itu akan melengkapi
kebajikan rohani dan maknawi dan kebajikan “hissi” atau “maddi” (
inderawi ), seperti beraneka ilmu, petunjuk, wahyu, ilham, dan hujan yang
menyuburkan bumi, barang logam, dan lain-lain. Ringkasnya, seandainya mereka
beriman, tentulah Allah memudahkan baginya untuk memperoleh segala macam
kebajikan ( sesuatu yang bermanfaat ) dari berbagai sudut.
Wa
laakin kadz-kadzabuu fa a-kkhadznaahum bi maa kaanuu yaksibuun
= Akan tetapi mereka mendustakannya, lalu Kami mengazab mereka disebabkan oleh
apa yang mereka lakukan.
Sayangnya, mereka tidak mau beriman
dan tidak mau bertaqwa. Sebaliknya, mereka tetap mendustakan atyat-ayat Allah
dan berlaku kufur. Karenanya, Allah pun mengazab mereka disebabkan oleh
perbuatan syirik yang dilakukannya dan perbuatan maksiat yang merusak peraturan
dan nilai-nilai sosial masyarakat.
A
fa amina ahlul quraa ay ya’tiyahum ba’sunaa bayaataw wa hum naa-imuun
= Apakah penduduk al-Quraa merasa telah aman dari azab Kami pada malam hari,
sedangkan mereka sedang tidur nyenyak ?
Apakah dengan kekufurannya mereka masih merasa aman
( selamat ) terhadap azab Allah ketika mereka tidur nyenyak ?
A
wa amina ahlul quraa ay ya’tiyahum ba’sunaa dhuhaw wahum yal’abuun
= Ataukah penduduk al-Quraa merasa telah aman dari azab Kami pada waktu dhuha,
sedangkan mereka lagi bermain-main ?
Apakah penduduk al-Quraa telah
merasa aman dari azab Allah pada waktu dhuha ( antara matahari terbit sampai
masuk waktu zuhur ), sedangkan mereka dalam keadaan lalai ? waktu dhuha memang
waktu orang bekerja mencari nafkah. Tetapi mereka yang pada waktu itu melakukan
pekerjaan yang tidak berfaedah dianggap sedang bermain-main dan dalam keadaan
lalai.
Ringkasnya, Allah memperingatkan
mereka bahwa azab itu menimpa manusia saat mereka tidak sadar ( lalai ).
A
fa aminuu makrallaahi fa laa ya’manu makrallaahi illal qaumul khaasiruun
= Apakah mereka telah merasa aman dari azab Allah ? maka, tidak ada seorang pun yang merasa aman
dari azab Allah, kecuali orang-orang yang merugi.
Apakah mereka aman dari pembalasan
Allah yang datang dengan tiba-tiba ? yang dimaksud dengan azab Allah adalah
pembalasan yang diberikan ( diturunkan ) secara tiba-tiba, setelah peringatan.
Orang-orang yang berakal tidak boleh
sekali-kali merasa dirinya aman ( selamat ) dari pembalasan Allah yang
datangnya tiba-tiba, walaupun salah satu kakinya sudah berada di dalam surga.
Apa bila ayat di atas mengatakan,
bahwa orang saleh yang tekun beribadah sekalipun, yang karena bodoh umpamanya,
kemudian merasa aman dari siksa Allah, itu sja sudah menimbulkan kerugian. Apa
bila orang yang berlimang kemaksiatan, namun dia merasa aman, dari siksa Allah,
karena bersandar bahwa Allah itu maha pemaaf. Padahal nabi sering berdo’a :
Al-a’raaf : 175-176
ã@ø?$#ur
öNÎgøn=tæ
r't6tR
üÏ%©!$#
çm»oYøs?#uä
$oYÏF»t#uä
yn=|¡S$$sù
$yg÷YÏB
çmyèt7ø?r'sù
ß`»sÜø¤±9$#
tb%s3sù
z`ÏB
úïÍr$tóø9$#
ÇÊÐÎÈ öqs9ur
$oYø¤Ï©
çm»uZ÷èsùts9
$pkÍ5
ÿ¼çm¨ZÅ3»s9ur
t$s#÷zr&
n<Î)
ÇÚöF{$#
yìt7¨?$#ur
çm1uqyd
4
¼ã&é#sVyJsù
È@sVyJx.
É=ù=x6ø9$#
bÎ)
ö@ÏJøtrB
Ïmøn=tã
ô]ygù=t
÷rr&
çmò2çøIs?
]ygù=t
4
y7Ï9º©
ã@sVtB
ÏQöqs)ø9$#
úïÏ%©!$#
(#qç/¤x.
$uZÏG»t$t«Î/
4
ÄÈÝÁø%$$sù
}È|Ás)ø9$#
öNßg¯=yès9
tbrã©3xÿtFt
ÇÊÐÏÈ
“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang
yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al
Kitab), kemudian Dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu Dia diikuti
oleh syaitan (sampai Dia tergoda), Maka jadilah Dia Termasuk orang-orang yang
sesat. Dan kalau Kami menghendaki, Sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya
dengan ayat-ayat itu, tetapi Dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa
nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya
diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya
(juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat
kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir “
Watlu
‘alaihim naba-alla-dzii aatainaahu aayaatinaa fan sala-kha minhaa
= Dan bacakanlah untuk mereka ( bangsa Yahudi ) kabar tentang orang-orang yang
telah Kami beri ayat-ayat, lalu mengingkarinya.
Sampaikanlah kepada bangsa Yahudi
mengenai kabar orang-orang yang telah Kami beri ayat-ayat dan telah Kami
jelaskan tentang Keesaan Kami, sehingga mereka mempunyai pedoman dan pegangan
dalam berakidah. Namun mereka kemudian mengingkari ayat-ayat tersebut. Mereka
tidak mau mengambil petunjuk.
Fa
atba’ahusy syai-thaanu fa kaana minal ghaawiin
= Maka datanglah setan menyusulnya, dan menjadilah mereka masuk orang-orang
yang sesat.
Setelah mereka ( orang-orang Yahudi
) mengingkari ayat-ayat Allah, datanglah setan menyusul mempengaruhinya. Karena
pada dirinya tidak ada lagi petunjuk dan tidak ada lagi tipu daya setan yang
menghalangi, maka mereka menjadi orang-orang yang sesat.
Wa
lau syi’naa la rafa’naahu bihaa = Seandainya
Kami menghendaki, tentulah Kami angkat derajatnya dengan ayat-ayat itu.
Seandainya Allah menghendaki, Dia
akan meninggikan derajat mereka dengan ayat-ayat yang diturunkan itu kepada
derajat kesempurnaan. Selain itu, juga memberi hidayah dan menuntun mereka
beramal sesuai dengan petunjuk ayat-ayat tersebut.
Wa
laakinnahuu akhlada ila ar-dhi wat taba’a hawaahu
= Akan tetapi dia condong ( lebih mengikuti hawa nafsunya.
Akan tetapi orang condong atau lebih
menyukai kehidupan dunia dan menghabiskan seluruh waktunya untuk memuaskan hawa
nafsunya dengan kelezatan dan kenikmatan duniawi.
Ayat
ini memberi pengertian bahwa kehendak Allah itu mengikuti amal kita. Dalam
penciptaan, kita diberi kemampuan (potensi) untuk berikhtiar ( berusaha dan
memilih ). Dengan potensi ikhtiar kita bias berbuat sesuatu amal yang berpahala
atau yang mengandung dosa. Jika seseorang memilih kebajikan, Allah memberi
jalan-jalan yang memudahkannya, demikian pula sebaliknya, bagi mereka yang
memilih kejahatan ( kemaksiatan, jaga diberi jalan untuk itu.[4]
Fa
ma-tsaluhuu ka ma-tsalil kalbi in tahmil ‘alaihi yalhats au tatru-khu yalhats
= Maka, perumpamaanya seperti anjing. Jika kamu mengerjarnya dia menjulurkan
lidahnya dan ketika kamu membiarkannya juga menjulurkan lidahnya.
Orang yang lebih menyukai dunia dan
mengikuti hawa nafsu diibaratkan dengan tingkah laku anjing, yang terus-menerus
dalam kesibukan dan kebingungan.
Dzaalika
ma-tsalul qaumil la-dziina kadz-dzabuu bi aayaatinaa
= Itulah perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Kami.
Begitulah perumpamaan orang-orang
yang mendustakan ayat-ayat Kami. Mereka terus menyibukkan diri dengan
kenikmatan dunia. Walaupun pemberian yang diterima sudah banyak, mereka tetap
merasa kurang karena ketamakannya. Semakin banyak kekayaan material yang
dimilikinya, maka semakin bertambah pula tamaknya.
Faq-shushil
qa-shasha la’allahum yatafakkaruun = Maka,
kisahkanlah (wahai Rasul) kisah-kisah orang itu; mudah-mudahan mereka suka
berfikir.
Ungkapkanlah kisah orang-orang
tersebut sebagai ibarat bagi orang yang mendustakan ayat-ayat Allah. Semoga
dengan perumpamaan itu mereka bisa
mengambil pelajaran[5].
3.
Al-Isra : 70
*
ôs)s9ur
$oYøB§x. ûÓÍ_t/
tPy#uä öNßg»oYù=uHxqur Îû Îhy9ø9$# Ìóst7ø9$#ur
Nßg»oYø%yuur
ÆÏiB ÏM»t7Íh©Ü9$# óOßg»uZù=Òsùur 4n?tã
9ÏV2 ô`£JÏiB $oYø)n=yz WxÅÒøÿs? ÇÐÉÈ
( dan sesungguhnya telah kami muliakan
anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan lautan, kami eri mereka
rezeki yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna
atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan )
Dalam ayat ini Allah
memberitahukan bahwa manusia sangat mulia dan sangat sempurna dibandingkan
mahluk yang lain bahkan malaikat
sekalipun, dengan berbagai kelebihan yang dimiliki manusia dan tidak dimiliki
oleh ciptaan-Nya yang lain. Dan bentuk
pemuliaan tersebut juga disebut dalam surat at-tien dan al-ghafir :
ôs)s9
$uZø)n=y{ z`»|¡SM}$#
þÎû
Ç`|¡ômr&
5OÈqø)s? ÇÍÈ
4. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dalam bentuk yang sebaik-baiknya .[6]
[1] Mahmud Yunus, tafsir qur’an Karim, ( Jakarta : wazduryah, 2006 ),
hal. 909.
[2] Hamka, tafsir Al-Azhar juz XXIX-XXX ( Jakarta PT Pustaka Panjimas,1983 ), hl.206
[3]
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi Juz VII Cet,I ( Semarang : PT
Karya Toha Putra Semarang, 1987 ), Hal, 30.
[5] Syaikh asy-syanqithi, Tafsir Adh-Dhu’aul Bayan. Jilid 2
Syaikh Muhammad (Penerjemah). (Jakarta: Pustaka Adzam, 2007). Hal. 542
[6] Syaik asy-syanqithi, pen : bari, Rivai dkk, Ed, Yusuf Baihaqi
tafsir Adhwa’ul Bayan ( Jakarta : Pustaka Azzam, 2007), hal. 966
Tidak ada komentar:
Posting Komentar